RSS

Pages

kembalikan...

Senin, Selasa . . . Rabu, Kamis . . . Jumat, Sabtu, Minggu itu nama-nama hari . . .

masih ingat lagu tersebut???? lagu yang sering dinyanyikan saat kita kecil untuk membantu anak-anak menghafalkan nama-nama hari.
Jaman saya kecil dulu, begitu banyak lagu anak-anak yang diperdengarkan ke telinga saya. Banyak sekali artis cilik yang selalu menghiasi layar kaca dan frekuensi radio. Misalnya saja : Joshua, Trio Kwek-Kwek, Chiqita Meidi, Tasya, Sherina dan masih banyak lagi.
Dahulu pun, masih banyak anak-anak yang memainkan permainan tradisional. Disaat istirahat, bulan purnama, disela-sela menunggu waktu mengaji. Sungguh indah bila mengingat keakraban, kebersamaan, dan keceriaan waktu itu.

Namun sekarang ini, hanya sebagian kecil saja anak kecil yang menghafal lagu-lagu tersebut. Kebanyakan mereka menyanyikan lagu-lagu orang dewasa yang sedang ngehitz.
Kenapa para orangtua membiarkan mereka dewasa "karbitan". Mungkin ini bukan hanya faktor orangtua yang membiarkan mereka seperti itu, namun faktor lingkungan sangat berperan besar dalam perkembangan mereka.

Modernisasi tak membuat mereka berpikir "modern" namun semakin menghilangkan adat / kebiasaan yang berlaku jaman dahulu. Memang, peraturan harus bersifat mudah menyesuaikan jaman, tetapi bukan berarti tergerus sedikit demi sedikit lalu menghilang karena pengaruh budaya yang "kebarat-baratan".

Lihatlah berita nasional beberapa saat lalu yang dipenuhi oleh aksi tawuran pelajar, mahasiswa, genk motor, bahkan bukan hanya mereka yang masih menuntut ilmu. Namun para wakil rakyat pun berlaku demikian. Saat sidang tidak menghargai yang sedang berbicara malah menonton video porno, kisruh saat sidang, sampai naik ke atas meja. Apakah seperti itu yang diharapkan para pahlawan dahulu. Saya rasa tidak.

Saya rasa telah hilang rasa toleransi, tenggang rasa, gotong-royong, tata krama. Tidak adanya kurikulum tersebut saat pendidikan dasar membuat generasi sekarang menjadi mudah terpicu hal-hal sepele, arogan, mudah marah.
Pendidikan karakter dan keagamaan harusnya diadakan kembali untuk membentuk generasi muda yang beradab.




mohon maaf jika ada yang tersinggung, saya hanya melimpahkan isi pikiran saya.

batu kusam

satu butir batu kusam takkan takkan pernah terpandang sampai ketika saat dia dibutuhkan...
jika banyak batu lain yang lebih menarik kenapa harus melirik batu yang kusam???
makna lain dalam lirikan itu bukan untuk menggunakannya,
tetapi mungkin untuk mengejeknya

sesuatu yang tak terlihat tapi terasa begitu dalam.
batu kusam memang tak bermanfaat kecuali untuk melempar baru berfungsi.
hanya akan terusap debu dan pasir batu tersebut.
sekali lagi, batu kusam itu hanya akan disepelekan, dipandang sebelah mata.
andai saja batu tersebut dapat berubah menjadi bom waktu
mungkin batu itu akan memusnahkan yang lain.

hah,  hanya kemungkinan kecil bisa menjadi bom waktu
batu kusam tetaplah batu kusam
yang selalu dipandang sebelah mata...

satu butir

sejatinya hanya manusia itu sendiri yang tahu apa yang dirasa. setiap tindakan yang ia lakukan merupakan limpahan ekspresinya.
namun terkadang sekitar mereka tidak bisa menerima tindakannya..
mereka terbiasa menghujat, mengjelek-jelekkan, menganggap itu tidak benar. setiap orang mempunyai cara tersendiri untuk mengekspresikannya.
apa salah jika begitu?

dalam hamparan pasir yang luas, jika satu butir saja terambil tak akan teranggap, tak terlihat bahkan terlupakan begitu saja. jadi apakah hidup seperti itu sejatinya..

Blog ini merupakan media limpahan ekspresi melalui alunan kata
 
Copyright 2009 Limpahan Ekspresi melalui Kata All rights reserved.
Free Blogger Templates by DeluxeTemplates.net
Wordpress Theme by EZwpthemes